HIDUP SEBAGAI ANAK TUHAN

Saya pernah membaca sebuah unggahan di media sosial seseorang. Bunyinya begini: Mana yang menurut Anda lebih mendalam dari kedua rumusan doa ini: “Tuhan, peganglah tanganku selalu. Topanglah, agar aku ‘tak jatuh.” Atau, “Tuhan, lepaskanlah tanganku, biarlah aku belajar menjadi dewasa lewat jatuh bangunku. Hanya, amatilah aku dan tegakkan aku jika aku terjatuh.”

Bagi saya, kedua rumusan doa tersebut baik adanya. Setiap orang tentu bebas dalam mengungkapkan apapun isi hatinya kepada Tuhan. Namun, kalau boleh jujur, doa yang pertama terasa lebih familier bagi kita. Kita semua sebenarnya menyimpan rasa takut untuk jatuh, takut gagal, takut untuk menderita, takut untuk menghadapi situasi yang penuh pergumulan. Oleh sebab itu, kita meminta Tangan Allah Yang Penuh Kuasa untuk menjaga kita; supaya sekiranya mungkin, kita tidak perlu mengalami hal-hal yang menurut kita merupakan sesuatu yang buruk.

Menariknya, dalam rumusan doa yang kedua, pengalaman “jatuh” sepertinya tidak buru-buru disikapi dengan keengganan atau rasa takut. Dalam doa tersebut, tampak ada sebuah keyakinan bahwa hidup ini memang adalah sebuah medan pembelajaran, sebuah ajang untuk terus mengalami pemurnian diri lewat berbagai perkara. Seperti seorang anak yang belajar berjalan dari pengalaman jatuh bangunnya, demikianlah seorang pribadi manusia dibentuk dari pengalamannya berhadapan dengan dinamika hidup. Kalaupun sesuatu yang tidak menyenangkan harus terjadi, yang paling utama adalah mempertahankan keyakinan bahwa Tuhan senantiasa hadir untuk memberikan kekuatan.

Dalam Injil Yohanes 14, Tuhan Yesus berkata, “Janganlah gelisah hatimu. Percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” Melalui Sang Anak Allah, kita menerima anugerah untuk mengalami kehadiran Allah sebagai Sang Bapa. Lewat kehadiran Yesus Kristus, kita mengalami Allah sebagai Pribadi yang mendekat pada kita, bagaikan seorang Bapa yang senantiasa mengasihi anak-anaknya dan yang tidak akan pernah meninggalkan mereka. Hidup sebagai anak Tuhan tidak membebaskan kita dari aneka pergumulan dan persoalan. Namun, satu hal yang pasti adalah kasih dan penjagaan Tuhan akan selalu menyertai dan menegakkan kita, anak-anak-Nya. Bahkan, di tengah hidup yang penuh pergumulan, kita justru dipanggil untuk dapat menyatakan pekerjaan-pekerjaan Tuhan (Yohanes 14:12). Biarlah rahmat yang dikaruniakan-Nya kepada kita sebagai anak-anak Allah, mendorong kita untuk dapat menjadi saluran berkat dan cinta kasih Allah di tengah lingkungan dan situasi di mana kita berada.

 

Oleh : Pdt. Bernadeth Florenza da Lopez


No Replies to "HIDUP SEBAGAI ANAK TUHAN"


    Got something to say?

    Some html is OK