KEMURAHAN ALLAH BAGI KELUARGA
Sujiwo Tejo, seorang penulis, aktor, dan budayawan Indonesia, pernah berkata, “Menghina Tuhan ‘tak perlu dengan umpatan dan membakar kitab-Nya. Kuatir besok kamu ‘tak bisa makan saja itu sudah menghina Tuhan.” Setujukah Saudara akan pernyataan tersebut? Nyatanya, ada banyak orang yang setiap harinya memang benar-benar berjuang untuk bisa mendapatkan makanan mereka untuk hari itu saja. Boro-boro berpikir untuk esok hari. Mendapatkan makanan untuk hari ini saja, sudah syukur. Yang menarik, orang-orang dengan kondisi sulit tersebut, belum tentu tidak percaya akan Tuhan dan kuasa-Nya. Bisa jadi, orang-orang yang demikian justru adalah orang-orang yang begitu pasrah menjalani hidup. Kalau hari ini bisa makan, lalu besok ternyata harus puasa, Tuhan tetaplah Tuhan. Tugas manusia adalah untuk terus berjuang.
Di sisi lain, ada orang-orang yang mungkin berada dalam kondisi yang lebih baik dan berkecukupan, yang justru seringkali meragukan Tuhan dan kuasa-Nya. Kekuatiran akan banyak hal kerap muncul, sehingga rasa syukur dalam hidup sehari-hari pun menghilang. Makanan yang tersedia menjadi hal biasa yang tidak lagi disyukuri, apalagi dilihat sebagai bentuk kasih setia dan pemeliharaan Tuhan. Hari-hari dijalani dalam kegelisahan. Waktu istirahat pun dirasa tidak lagi menenangkan. Anggota keluarga, bisa jadi sasararan emosi dan tekanan.
Dalam Mazmur 90, pemazmur berkata, “Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami.” Pemazmur meyakini, bahwa segala yang baik berasal dari Tuhan. Setiap hari yang baru merupakan tanda bahwa kasih Allah masih menyertai kita. Sekalipun kita harus tetap berjuang menghadapi aneka tantangan, sesungguhnya kemurahan Allah tetap hadir bagi kita. Menyadari bahwa hari demi hari adalah tanda kemurahan-Nya, membuat kita terhindar dari kekuatiran yang merenggut damai sejahtera dalam hati kita. Perjuangan yang kita jalani dalam keyakinan akan pemeliharaan-Nya, niscaya akan terus membuat kita merasakan kehadiran-Nya. Biarlah seruan pemazmur menjadi seruan kita juga kepada Allah, “Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu.”
Oleh : Pdt. Bernadeth Florenza da Lopez
Got something to say?