FIRMAN ITU MERANGKUL KITA
tengah kesunyian padang gurun, Firman itu bangkit. Ia berjalan ke desa-desa yang gersang, menghampiri manusia yang hatinya retak dan kering. Dari tubuh-Nya memancar terang, seperti matahari yang menyusup lembut ke celah dedaunan, memberi hidup pada tanah yang nyaris mati.
Firman itu berbicara, bukan dengan suara gemuruh, tetapi dengan kelembutan yang menenangkan. Ia mendekati mereka yang terbaring di sudut-sudut gelap kehidupan—para pengemis yang lapar, janda yang meratap, dan jiwa-jiwa yang ditinggalkan. Kepada mereka Ia berkata, “Hari ini genaplah nubuat itu. Aku datang untuk membebaskan yang tertawan dan memulihkan yang terluka.”
Seorang tua renta, yang tubuhnya ringkih seperti ranting kering, mendongak. Dalam kegentarannya, ia berbisik “Ya Bapa, apakah Firman itu juga untukku?” Firman itu tersenyum, merangkulnya dalam kehangatan yang tak terukur, seperti pelukan embun pada dedaunan. Dalam pelukan-Nya, si tua renta merasakan penerimaan atas dirinya. Sinar matanya memancarkan kilau pengharapan yang menyala.
Sang Firman Kehidupan, Yesus Kristus, tak pernah membedakan. Di bawah naungan kasih-Nya, semua menjadi layak. Di hadapan-Nya, yang lemah menjadi kuat, yang terlupa menjadi berarti. Ia bukan hanya memberi hidup; Ia adalah Kehidupan itu sendiri, mengalir ke setiap celah, menjadikan segalanya baru dan berarti.
Di sanalah kita semua, Anda, dan saya, berdiri—dalam anugerah yang abadi, dibangkitkan oleh kekuatan Firman yang hidup. Dalam rangkulan-Nya yang lembut, kita menemukan kembali martabat kemanusiaan kita. Dalam pelukan-Nya sinar terang kehidupan memancar kembali.
Oleh : Pdt. Albertus M. Patty
Got something to say?