YESUS MEMULIAKAN KARYA INSANI
Seseorang pernah berkata, “Apa perbedaan antara bekerja dan berkarya?” Jika mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata karya juga berarti pekerjaan. Jadi, keduanya bisa dikatakan memiliki arti yang serupa. Namun, orang yang saya jumpai tersebut memilih untuk membedakannya. Ia mengatakan, “Bekerja itu doing something. Kalau berkarya, kita giving something.” Dalam pengertian tersebut, tidak semua orang yang bekerja melakukan pekerjaannya sebagai suatu karya. Acapkali pekerjaan (baik di rumah, di sekolah, di kantor, dsb) dinilai semata-mata sebagai suatu kewajiban. Efek melakukannya hanyalah rasa letih dan lelah, tidak lebih. Di sisi yang lain, orang yang berkarya tentu bisa juga merasakan keletihan dan kelelahan. Namun, di balik semua itu, orang yang berkarya memiliki rasa bermakna dalam dirinya. Pekerjaan yang dilakukan dihayati lebih dari sekadar beban, tetapi sebagai jalan untuk memberi manfaat dan kebaikan bagi kehidupan yang lebih luas.
Dalam kacamata iman, segala sesuatu yang kita lakukan adalah wujud persembahan kita kepada Allah. Ketika melakukan sesuatu, kita dipanggil untuk melakukannya dalam semangat pemberian diri dan dorongan untuk menjadi saluran berkat bagi sesama. Sekalipun kecil dan sederhana, Allah menghargai setiap tindakan yang lahir dari ketulusan dan iman. Apapun yang kita kerjakan dapat menjadi hal yang indah di mata-Nya ketika dilakukan dengan motivasi dan tujuan yang memuliakan Allah.
Tindakan yang penuh ketulusan dan iman itulah, yang dilakukan oleh Maria kepada Tuhan Yesus dalam kisah Injil Minggu ini. Kala itu, saat-saat penderitaan Tuhan Yesus sudah semakin dekat. Di tengah perjamuan yang sedang dilakukan, Maria mengambil setengah liter minyak narwastu yang mahal harganya. Maria lalu menuangkan minyak itu di kaki Tuhan Yesus dan menyekanya dengan rambutnya. Tindakan Maria ini terjadi bukan tanpa alasan. Pengalaman perjumpaan dengan Tuhan Yesus telah menimbulkan luapan cinta kasih yang begitu besar dalam hati dan pikiran Maria. Maria telah tersentuh oleh setiap firman yang Tuhan Yesus ucapkan. Maria juga telah mengalami sendiri kuasa Tuhan Yesus dalam peristiwa kebangkitan saudaranya, Lazarus. Hati Maria meluap dengan ungkapan syukur dan terima kasih. Keharuan hati Maria, mendorongnya melakukan sebuah tindakan yang sederhana, tetapi sarat akan cinta. Tuhan Yesus pun menerima tindakan Maria ini. Ia menerimanya sebagai persiapan bagi-Nya memasuki masa-masa penderitaan.
Saudara, seperti Maria yang bertindak karena cinta, biarlah kita pun melakukan setiap hal didasari oleh rasa cinta dan syukur kita kepada Tuhan Yesus! Mari menemukan makna iman yang penting dalam setiap peran kita jalani. Tentu, tidak ada situasi hidup tanpa masalah dan tantangan. Namun, tetaplah memberi yang terbaik! Biarlah apapun yang kita kerjakan, menjadi karya yang memberkati orang lain dan berkenan kepada-Nya!
Oleh : Pdt. Bernadeth Florenza da Lopez
Got something to say?