YESUS, KORBAN HOAX
Hoax adalah berita bohong. Hoax adalah malicious deception atau kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat. Hoax ada dimana-mana, di lembaga sekuler maupun di lembaga agama. Hoax makin meningkat seiring dengan meningkatnya media sosial. Segala berita bohong sekelas sampah busuk pun beredar dimana-mana. Bila berita yang beredar tidak dibaca dengan kritis atau tidak dicek kebenarannya, orang akan menjadi korban hoax. Banyak yang frustrasi dan bahkan bunuh diri gara-gara menjadi korban hoax.
Sekarang hoax atau fake news menjadi komoditi yang laku keras. Banyak professional hebat yang bangun perusahan atau startup baru yang kerjanya memproduksi hoax. Siapa pelanggannya? Bisa perusahaan penghasil obat, perusahaan teknologi, tetapi bisa juga politisi yang bertarung di Pemilu atau Pilkada. Sebelum hoax dihasilkan, perusahaan ini sudah mempelajari secara cermat karakter masyarakat yang hendak dipengaruhinya. Mereka tahu apa yang masyarakat harapkan, apa mimpi-mimpinya, dan apa yang paling ditakuti. Aspek inilah yang kemudian dieksploitasi. Hoax yang disebar langsung menyentuh sisi emosional penerima pesan atau pembaca beritanya. Efeknya, tanpa sadar orang akan akan mengikuti tuntunan sang pembuat hoax.
Kekalahan Hillary Clinton dari Donald Trump dalam Pemilu 2016 di Amerika Serikat disebabkan Hoax. Masyarakat Amerika Serikat dibanjiri hoax. Isinya menyudutkan Hillary. Hasilnya, nama Hillary jadi jelek. Meski selalu unggul dalam jejak pendapat, Hillary akhirnya kalah oleh Trump. Hal yang sama terjadi di Filipina. Bongbong Marcos berhasil memenangkan Pemilu karena hoax yang dihasilkan sangat efektif mempengaruhi kaum muda. Masyarakat lupa total bahwa Bongbong adalah anak diktator Marcos yang korup dan yang memerintah Filipina dengan tangan besi.
Korban Hoax
Bukan hanya Hillary yang pernah jadi korban hoax. Yesus pun jadi korban hoax. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menyebarkan hoax ke tengah masyarakat. Isinya? “Yesus tidak waras.” Hoax itu tersebar sangat cepat dan efektif karena, maklum saja, sumbernya para pimpinan agama. Hoax itu makin tokcer karena mungkin, dibumbui dengan ayat-ayat Kitab Suci. Efeknya, keluarga Yesus pun ikut terjebak. Mereka sempat percaya hoax itu. Mereka datang ke Bait Allah untuk menjemput Yesus. Memang, suatu kebohongan ketika terus-menerus diberitakan bisa diyakini sebagai kebenaran. Hoax lain yang dikenakan pada Yesus adalah bahwa Yesus kerasukan Beelzebul alias pangeran iblis. Lalu bagaimana respons Yesus?
Yesus tidak menghadapi hoax itu dengan sikap yang emosional. Yesus tidak terjebak pada frustrasi. Sebaliknya, Yesus menghadapi hoax itu dengan mengajukan argumentasi rasional. Memang, hoax harus dihadapi dengan kepala dingin dan dengan otak encer. Kepada ahli Taurat yang menyebarkan isu tentang Beelzebul, Yesus berkata: ”Woiiii…. mana mungkin setan ngusir setan….” Tidak masuk akal! Seolah Yesus ingin katakan “Hoax-mu itu bodoh amat. Pinteran dikitlah.”
Yesus jadi korban hoax. Kita semua bisa jadi korban hoax. Di rumah, di kantor, di kampus bahkan di gereja hoax selalu ada. Bila tidak siap menghadapinya, kita bisa frustrasi. Yang terpenting, jagalah diri agar kita tidak menjadi penyebar hoax alias penyebar berita bohong. Hanya orang yang hatinya jahat bin rusak yang doyan nge-hoax. Anda pastilah bukan orangnya!
Oleh : Pdt. Albertus M. Patty
Got something to say?