Ambiguitas Lapangan Tiananmen

Lapangan Tiananmen atau Tiananmen Square berada di pusat Kota Beijing. Di sebelah selatan lapangan ini ada Istana Kuno Dinasti Ming dan Qing. Di sebelah utara ada tiang bendera. Setiap hari, pagi dan sore, ada upacara penaikan dan penurunan bendera yang diikuti secara sukarela oleh rakyat yang memang sengaja berkunjung ke situ. Lapangan Tiananmen adalah lapangan bersejarah. Di situ terdapat sejarah panjang Bangsa Chung Kuo alias China dengan segala ambiguitasnya.

Ambiguitas!
Lapangan Tiananmen adalah saksi sejarah pembebasan dan kemerdekaan rakyat China. Di lapangan ini pada tahun 1919, rakyat China dan para mahasiswa berkumpul dalam gerakan anti imperialis kultural dan politik. Mereka memprotes respons lemah pemerintah Tiongkok terhadap Perjanjian Versailles. Perjanjian itu mengijinkan Jepang menguasai wilayah Shandong yang telah diserahkan Jerman. Pada satu sisi, perjanjian ini melukai rakyat China, tetapi pada sisi lain perjanjian itu juga yang membangkitkan nasionalisme rakyat.

Di lapangan Tiananmen, Mao Zedong memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1949. Rakyat Chung Kuo (China) yang tertekan dimerdekakan oleh kolonialis Barat. Di Lapangan ini, pada tahun 1976 terjadi insiden yang dituding sebagai kontra revolusi yang dipandang akan memperkuat posisi kaum elite. Efek dari insiden ini, Wakil Perdana Menteri Deng Xiaoping dipecat dan ditahan. Tetapi tidak berapa lama kemudian, Deng dibebaskan dan nama baiknya dipulihkan.

Meski demikian, lapangan Tiananmen juga merupakan saksi sejarah penindasan dan kekerasan pemerintah terhadap rakyatnya sendiri. Pada tahun 1989, para mahasiswa memprotes adanya ketidakstabilan ekonomi dan korupsi politik. Mreka berkumpul di lapangan Tiananmen. Demonstrasi itu merembet menjadi tuntutan terhadap sistem demokrasi yang lebih transparan dan lebih melibatkan partisipasi rakyat. Protes itu dihentikan secara brutal oleh pemerintah China. Konon, lebih dari 3.000 mahasiswa mati. Nampaknya, pengalaman buruk itu menciptakan trauma baik bagi pemerintah China maupun bagi rakyatnya. Sejak saat itu, keamanan di lapangan Tiananmen diperketat dan sejak saat itu juga tidak ada lagi demonstrasi mahasiswa terhadap pemerintah.

Kuncinya Trust
Saat berkunjung ke Beijing, terutama ke lapangan Tiananmen, kita dapat melihat bahwa hampir di setiap meter selalu ada polisi. Pengunjung lapangan Tiananmen akan memasuki gerbang dan menjalani pemeriksaan seperti penumpang pesawat terbang di airport. Barang dan tas yang dibawa diperiksa secara teliti. Semua pemeriksaan menggunakan teknologi canggih. Pengunjung tidak diperkenankan membawa spanduk bertuliskan apa pun. Tidak boleh membawa korek api atau barang yang berpotensi membahayakan. Bagi orang luar seperti saya, ini menimbulkan kesan “angker” dan “menakutkan.”

Meski demikian, saya sendiri menangkap kesan tidak adanya ketakutan pada rakyat China. Nampaknya mereka fun saja. Mereka tidak terganggu dengan prosedur yang ketat itu. Mereka sudah terbiasa hidup dikelilingi polisi. Bahkan berjumpa masyarakat China seperti bertemu masyarakat di negara-negara Barat. Mereka mengenakan beraneka macam model pakaian. Dari yang sangat tertutup sampai yang agak terbuka. Semua kelihatan wajar. Semua gembira. Pertanyaannya: mengapa rakyat China gembira dengan situasi yang ada?

Kesan saya, jawabnya ada dua. Pertama, pertumbuhan ekonomi China sangat OK. Meski secara politik, China menerapkan sistem satu partai yang, oleh Barat, dituding otoriter, tetapi secara ekonomi, China menerapkan sistem kapitalis. Perkawinan dua sistem ini sangat berhasil. Buktinya dalam waktu singkat China menjadi kekuatan ekonomi nomor dua setelah Amerika Serikat. Bahkan beberapa kota di China jauh lebih modern dari kota-kota besar di Amerika Serikat. Misalnya ini: Amerika belum punya kereta api cepat, padahal China sudah berhasil mengembangkan kereta api cepat di berbagai kota. Bahkan, kereta api tercepat di dunia ada di China.

Kedua, Pemerintah China melakukan ‘revolusi’ di dalam dirinya sendiri. Pemerintah China menghukum mati pejabat pemerintah yang melakukan korupsi. Menurut Amnesty Internasional sudah ribuan pejabat dan pengusaha korup yang dihukum mati. Sikap tegas pemerintah China terhadap koruptor membuat rakyat China sangat mempercayai pemerintahnya. Ada trust terhadap pemerintahnya. Itulah sebabnya, China cukup stabil.

Pesan Bagi Kita?
Cara pemerintah China melawan kejahatan korupsi berbanding terbalik dengan cara pemerintah Indonesia memperlakukan koruptor. Di China, para koruptor digelandang di jalanan sebelum dihukum mati. Di Indonesia, para koruptor dimanjakan. Hukumannya sangat ringan. Jadi, mereka mudah melempar senyum saat diwawancara media masa. Saat di penjara, para koruptor itu menikmati kamar mewah. Sebagian bisa piknik sambil menonton pertandingan tenis. Mereka terima remisi berkali-kali. Saat keluar, para koruptor ini bisa berkarier kembali di dunia politik. Nampak, pemerintah kita belum cukup serius memerangi korupsi padahal korupsi sudah seperti penyakit kanker yang menggerogoti bangsa ini dari dalam. Bila pemerintah China mendapat trust penuh dari rakyatnya, lembaga-lembaga pemerintah kita justru sebaliknya. Lembaga-lembaga pemerintah justru menjadi sarang korupsi. Oknum-oknum di lembaga DPR dan institusi hukum mulai dari kepolisian, Mahkamah Konstitusi sampai sipir penjara banyak yang terlibat kasus korupsi. Lembaga-lembaga pemerintah masih harus berjuang keras untuk memperoleh trust dari rakyatnya sendiri.

Beijing
02 Juli 2023

 

Oleh : Pdt. Albertus M. Patty


No Replies to "Ambiguitas Lapangan Tiananmen"


    Got something to say?

    Some html is OK