TUHAN TETAP ADA DI TENGAH PENDERITAAN ORANG BENAR
Sekarang ini kita banyak menyaksikan, bahwa orang baik menderita, sedangkan orang yang jahat semakin jaya dan melenggang bebas. Hal ini menimbulkan pertanyaan iman, yang sejak dulu pun sudah muncul. “Jika Tuhan itu baik, mengapa orang jahat hidup enak dan orang benar menderita?” Pertanyaan ini bukan hanya keluar dari mulut filsuf seperti Nietzsche atau Camus, tetapi juga dari Ayub, orang benar dalam Alkitab yang kehilangan segalanya tanpa alasan yang ia pahami. Ayub berteriak, “Mengapa orang jahat tetap hidup, menjadi tua, bahkan bertambah kuat?” (Ayub 21:7). Di balik jeritan itu ada pergumulan iman: Apakah Tuhan sungguh ada dan kalau ada, apakah Ia adil?
Kenyataannya, iman Kristen tidak pernah menjanjikan bahwa orang benar akan hidup tanpa luka. Yesus sendiri berkata, “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yohanes 16:33). Penderitaan bukan tanda Tuhan pergi, melainkan tempat di mana Tuhan hadir paling dekat. Salib menjadi bukti paling kuat: Yesus, Anak Allah yang benar dan suci, justru menderita dan mati. Namun melalui salib itulah keselamatan dan kehidupan muncul.
Jadi, kalau orang baik menderita, bukan berarti Tuhan tidak ada — justru di situlah Tuhan menunjukkan kasih-Nya melalui pengorbanan.
Penderitaan Menjadi Jalan Pertumbuhan Iman
Dalam iman Kristen, penderitaan bukan hukuman, melainkan alat pembentukan. Kadang Tuhan tidak menghapus penderitaan, tetapi menggunakannya untuk membentuk hati dan iman. Seperti emas dimurnikan dalam api, demikian pula iman kita dibentuk melalui ujian. Rasul Paulus menulis: “Penderitaan menghasilkan ketekunan, dan ketekunan menghasilkan tahan uji, dan tahan uji menghasilkan pengharapan.” (Roma 5:3–4).
Penderitaan orang benar mengubah cara pandang kita — dari mencari keadilan duniawi menuju percaya kepada rencana Allah yang kekal. Tuhan tidak menjanjikan jalan yang mudah, tetapi hati yang kuat dan penuh harapan.
Iman yang Bertahan di Tengah Ketidak Mengertian
Camus menyebut hidup ini absurd — tidak masuk akal. Namun iman Kristen mengajarkan bahwa hidup memang sering tak masuk akal, tapi selalu bermakna di tangan Allah.
Ayub tidak mendapatkan jawaban logis dari Tuhan, tetapi ia melihat Tuhan dan berkata: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” (Ayub 42:5). Ketika kita tidak mengerti jalan Tuhan, kita tetap dapat mempercayai hati-Nya.
Harapan yang Tidak Hilang
Tuhan tidak menjanjikan bebas dari penderitaan, tetapi Ia menjanjikan akhir yang penuh harapan. Di balik setiap luka, ada maksud kasih. Di balik setiap air mata, ada tangan Allah yang menghapusnya. Dan di balik setiap salib, ada kebangkitan. Maka orang Kristen dapat berkata: “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.” (Mazmur 23:4).
Ada seorang perawat Kristen yang setiap hari merawat pasien kanker di rumah sakit. Ia sering menangis melihat orang baik harus menanggung sakit begitu berat. Suatu hari seorang pasien yang sekarat berbisik padanya, “Saya tidak tahu mengapa saya harus sakit, tapi saya tahu Yesus selalu bersama saya di ranjang ini.” Sejak saat itu, perawat itu menyadari: kehadiran Tuhan tidak selalu terlihat dalam kesembuhan, tetapi dalam ketenangan hati di tengah penderitaan.
Tuhan Tidak Diam
Iman Kristen tidak menolak realitas penderitaan, tetapi menghadapinya dengan keyakinan bahwa Allah tetap berdaulat, tetap mengasihi, dan tetap bekerja melalui luka kita.
Tuhan tidak diam — Ia hadir, menangis, dan menebus. “Tuhan tidak pernah menjanjikan langit selalu biru, tapi Ia menjanjikan pelangi setelah badai berlalu.
Oleh : Pdt. Wee Willyanto
- S Prev
- s

Got something to say?