“MISI YANG NEKAD!”

Saat ke Kalimantan Barat, saya mengunjungi kuburan misionaris Timmermans yang melakukan misi ke sana tahun 1872. Saat itu, belum ada jalan darat. Transportasi hanya melalui sungai. Dia pasti tahu bahwa perjalanannya sangat beresiko. Ancaman bisa datang dari hutan yang liar, dari terkaman binatang buas, maupun dari serangan suku-suku yang belum beradab.

Saya sungguh salut pada Timmermans. Meski bahaya besar menghadang, dia tidak surut. Dia tunjukkan loyalitas untuk jalankan misi Tuhan. Dia bukan robot. Jadi, saya yakin dia punya rasa takut, tetapi ketakutan tidak menjadi penghalang untuk berkarya bagi Tuhan. Misi Timmermans cukup berhasil. Banyak orang Kalimantan Barat yang menerima Kristus sebagai juruselamat mereka.

Misi yang Gagal?
Tahun 1956, lima orang misionaris muda asal Amerika Serikat—Jim Elliot, Nate Saint, Ed McCully, Peter Fleming, dan Roger Youderian—mengabdikan hidup mereka untuk mengabarkan Injil kepada suku Auca (kini disebut suku Huaorani) di pedalaman hutan Amazon, Ekuador.

Suku ini terkenal sebagai suku yang sangat tertutup, keras, bahkan sering membunuh orang asing yang ditemuinya. Namun kelima misionaris itu tetap melangkah, dengan keyakinan bahwa Kristus juga mati untuk orang-orang Huaorani. Namun apa yang terjadi? Di awal tahun 1956, hanya beberapa hari setelah bertemu suku Huaorani, kelimanya dibunuh secara brutal oleh suku tersebut.

Apakah misi mereka gagal? Tidak! Karena misi yang Kristus berikan bukan diukur dari hasil instan, melainkan dari kesetiaan untuk tetap melaksanakan panggilan-Nya meski kadang hasilnya lama.

Yesus sendiri berkata: “Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” (Luk. 10:3). Yesus tidak janjikan kenyamanan atau keselamatan saat melaksanakan misi, melainkan kesetiaan, otoritas, dan damai.

Meski kelima misionaris itu mati, tetapi benih penginjilan yang mereka tabur bertumbuh dan berbuah. Beberapa tahun setelah pembunuhan itu, istri misionaris yang dibunuh itu, Elisabeth Elliot dan saudara perempuannya, Rachel Saint memutuskan untuk datang dan tinggal untuk melayani dan menginjili suku Huaorani yang membunuh orang yang mereka cintai.

Cinta kasih dan kesetiaan yang besar kepada Yesus Kristus yang membuat Elisabeth dan Rachel nekad menerjang bahaya dan siap mati demi memperkenalkan kasih Kristus kepada suku Huaorani. Akhirnya, upaya mereka membuahkan hasil. Seluruh anggota suku Huaorani bertobat dan percaya kepada Kristus.

Inilah kekuatan Injil. Inilah kuasa kasih Kristus yang kita rayakan dalam Perjamuan Kudus. Bahwa kasih lebih kuat daripada kebencian dan bahkan daripada kematian! Kasih, pengampunan dan kesetiaan kepada Kristus sangat dibutuhkan di tengah dunia yang semakin jauh dari Tuhan. Tuhan mengutus kita untuk menjalankan misiNya yaitu menggarami dunia yang sedang mengalami krisis kemanusiaan dan cinta.

Ketika mengambil roti dan anggur hari ini, kita diingatkan bahwa sebagai anak-anak Tuhan, kita telah ditunjuk menjadi pelayan dan utusan Kristus, bukan karena kita layak, tapi karena kita dikasihiNya dengan kasih yang tidak pernah luntur oleh apa pun. Maukah kita melaksanakan misiNya dalam kasih dan kesetiaan kepada Kristus?

 

Oleh : Pdt. Albertus M. Patty


No Replies to ""MISI YANG NEKAD!""


    Got something to say?

    Some html is OK