MEMBENARKAN YANG BIASA ATAU MEMBIASAKAN YANG BENAR?

Biasanya, kita menganggap lumrah jika maling tertangkap oleh massa, maka ia akan digebukin lebih dahulu sampai nyonyor, barulah setelah itu, ia diserahkan ke polisi. Perbuatan salah haruslah dibalas, mata ganti mata dan gigi ganti gigi, itulah keadilan menurut ukuran dunia. Namun dengan cara itu, apakah kejahatan akan berhenti?

Seorang yang bijaksana pernah berkata, jika hukum mata ganti mata dan gigi ganti gigi diterapkan tanpa logika rohani, maka semua orang akan buta dan ompong. Mengapa? Sebab semua orang pasti punya salah. Jika dibalas setimpal dengan kesalahannya, semua orang akan menderita karena hukuman.

Karena itu kita memerlukan logika rohani, logika yang menolong orang untuk hidup berdasarkan nurani: apakah saya boleh berbuat jahat dan merendahkan sesama sekalipun demi tujuan membalas? Jadi, di sini Kristus ingin agar manusia dikendalikan nurani di dalam dirinya, bukan sekadar taat kepada hukum di luar dirinya.

Hal inilah yang diajarkan Yesus kepada kita. Ia tidak ingin sebuah kebiasaan yang berlaku di masyarakat dianggap sebagai hal yang benar. Sebaliknya, Ia ingin agar kita membiasakan hal benar diberlakukan dalam kehidupan kita. Jika orang membenci kita, maka kita balas dengan membencinya. Itu hal yang biasa terjadi, dan dianggap benar. Namun Tuhan meminta kita untuk mengasihi orang yang membenci kita, bahkan yang mengambil barang milik kita. Itu barulah hal benar yang harus diberlakukan.

Yesus memberikan contoh konkret. Bila orang menampar pipi kita, maka berilah pipi yang lain. Ia tidak sedang menganjurkan orang bersikap pasif dan tidak melindungi diri bila menghadapi serangan fisik. Jika nyawa kita terancam bahaya, kita tentu harus menghindar dan cari perlindungan. Lalu apa maksudnya? Yesus tidak melegitimasi ketidakadilan dan kejahatan. Sebaliknya, Ia ingin kejahatan berhenti. Caranya, berhentilah untuk melampiaskan amarah dan membalas dendam. Bayangkan jika pelampiasan dendam dibiarkan merajalela, maka hukum rimba terus berlaku: siapa yang kuat, dialah yang menang!

Apa yang Kristus katakan sangat relevan. Dunia sekitar kita acapkali dikuasai oleh lingkaran kekerasan. Kekerasan dan kejahatan yang satu, dibalas dengan kekerasan dan kejahatan yang lain. Akibatnya, pembalasan—yang sepertinya menjamin keadilan—justru malah membudayakan kekerasan dan ketidakadilan. Lingkaran yang menyebabkan semua manusia itu melakukan kekerasan dan kejahatan harus dihentikan, dengan mulai membiasakan hal yang benar diberlakukan, yakni mengasihi siapapun, bahkan orang yang membencimu sekalipun.

Ajaran Yesus tentang kasih yang radikal seperti itu bukanlah sebuah angan-angan, tetapi sebenarnya bisa diwujudkan. Lihatlah Yusuf !

Perlakuan keji saudara-saudaranya yang telah membuang dan menjualnya tentu menjadi luka batin yang sulit dilupakan. Yusuf punya alasan kuat untuk membalaskan sakit hati yang sudah begitu menggumpal di dalam dadanya. Namun kemurnian nurani Yusuf jauh lebih kuat dari keinginan untuk membalas dendam. Malah sebaliknya, ia menggunakan logika rohani untuk membalas kejahatan dengan sikap mengasihi yang tulus. Yusuf berkata, “Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu.” (Kejadian 45:5) Lalu Yusuf mencium semua saudaranya itu dengan mesra dan ia menangis sambil memeluk mereka. Sesudah itu barulah saudara-saudaranya bercakap-cakap dengan dia. (Kejadian 45:15)

 

Oleh : Pdt. Wee Willyanto


No Replies to "MEMBENARKAN YANG BIASA ATAU MEMBIASAKAN YANG BENAR?"


    Got something to say?

    Some html is OK