KITA SEMUA BUTUH PERTOBATAN
Di sebuah perguruan tinggi, ada mahasiswa bernama Dika. Dika memiliki bakat luar biasa, namun kecerdasannya sering terkubur oleh sikap malasnya. Dia sering terlambat datang ke sekolah, mengerjakan tugas-tugas terburu-buru, dan bahkan sering tidak mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh. Suatu hari, salah seorang dosen memberikan tugas besar kepada kelasnya. Tugas ini membutuhkan kerja keras dan dedikasi yang tinggi. Namun, Dika mengabaikan tugas tersebut dan lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman-temannya untuk hal-hal yang kurang produktif. Ketika waktu pengumpulan tugas tiba, Dika terkejut karena tugasnya belum selesai. Ia merasa cemas dan tidak tahu harus berbuat apa. Ia merenung dalam-dalam dan akhirnya menyadari bahwa sikapnya yang malas telah merugikan dirinya sendiri.
Dika merasa malu karena tidak menyelesaikan tugasnya. Ia memutuskan untuk bertobat dari sikap malasnya. Ia mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas sikap buruknya itu. Dengan tekad baru, Dika mulai mengubah perilakunya. Dia datang kampus lebih awal, belajar dengan tekun, dan menggunakan waktu untuk belajar bersama teman-temannya. Semua orang yang melihat perubahan besar dalam diri Dika mendukung dan memberikan pujian atas usahanya.
Pertobatan Dika dari sikap malasnya membawanya pada perubahan besar dalam kehidupannya. Dia mendapatkan hasil yang lebih baik dalam pelajarannya. Kepercayaan dirinya pun bertumbuh. Dika belajar bahwa kegigihan dan sikap bertanggung jawab membawa keberhasilan yang sejati dalam kehidupan.
Pertobatan?
Kata “tobat” berasal dari bahasa Jawa Kuno yang akar kata dalam bahasa Sansekerta tapas berarti askese atau penyangkalan diri untuk tujuan spiritual atau rohani. Tapas menggambarkan aksi atau upaya untuk mengendalikan diri dan mendekatkan diri kepada tujuan spiritual. Secara etimologis, “tobat” dapat dikaitkan dengan konsep-konsep seperti penyesalan, perubahan perilaku, dan pemulihan. Dalam konteks spiritual, pertobatan melibatkan pengakuan dosa, penyesalan yang tulus, niat untuk mengubah perilaku, dan kemudian menerima pengampunan atau penyucian.
Kata tobat dalam bahasa Yunani adalah metanoia. Kata ini terdiri dari dua bagian: meta, yang berarti “berubah” atau “pindah,” dan noia, yang berasal dari nous, yang secara luas diartikan sebagai “pikiran,” “jiwa,” atau “kesadaran.” Secara harfiah, metanoia dalam bahasa Yunani berarti “perubahan pikiran” atau “perubahan hati.” Jadi, metanoia digunakan untuk menggambarkan perubahan dalam pemikiran, keyakinan, atau sikap yang mendalam dan signifikan. Dalam ke-Kristen-an, terutama dalam Perjanjian Baru, metanoia diinterpretasikan sebagai “pertobatan” atau “berbalik dari dosa.” Bukan sekadar perubahan pikiran, tetapi perubahan hati yang menyebabkan perubahan perilaku dan hidup yang lebih sesuai dengan kehendak Tuhan.
Semua Butuh Pertobatan!
Pertobatan bisa muncul karena perjumpaan spiritual dengan Tuhan seperti yang dialami Paulus. Pertobatan juga bisa muncul setelah merasakan pengalaman, baik musibah maupun sukses. Bisa juga muncul dari hasil persekutuan dan perjumpaan dengan orang lain. Secara spiritual, pertobatan berarti berbalik kepada Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai pusat hidup kita. Apa pun yang kita lakukan untuk kemuliaan-Nya! Pertobatan spiritual memberi dampak dalam pertobatan moral dan pertobatan perilaku. Yang suka mencaci-maki sesama menjadi orang yang berkata-kata bijak. Mahasiswa yang malas belajar berubah menjadi rajin. Yang tadinya doyan korupsi menjadi jujur dan bertanggungjawab dalam pekerjaan. Yang tadinya pelit berbagi menjadi orang yang suka berbagi dan memperhatikan sesama. Pertobatan spiritual selalu memiliki dampak holistik dalam hidup kita. Jadi, kita semua butuh pertobatan. Mari bertobat!
Oleh : Pdt. Albertus M. Patty
Got something to say?