KELUARGA YANG SALING MENGASIHI
Keluarga adalah tempat pertama bagi kita untuk mengalami kasih. Lewat keluarga, kita menerima dukungan yang mendorong kita untuk bertumbuh dan berkembang. Melalui keluarga, kita juga mengenal dan belajar tentang nilai-nilai kehidupan. Di saat yang sama, keluarga juga adalah tempat kita mengalami luka. Di tengah keluarga, kita mengalami perbedaan serta konflik. Sebuah quotes mengatakan, “my family is my strength and also my weakness.” Keluarga adalah kekuatan sekaligus kelemahan kita.
Pada bacaan kita hari ini (Matius 22:34-40), seorang ahli Taurat hendak mencobai Yesus. Ia bertanya, “Guru, perintah manakah yang terutama dalam Taurat?” Para rabbi atau para guru Yahudi punya banyak sekali rincian perintah yang bersumber dari hukum Taurat. Ada 613 perintah, di mana 365-nya adalah hukum negatif, dan 248-nya hukum positif. Semuanya dianggap penting. Namun, Tuhan Yesus memberi jawab: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu”. Jawaban Tuhan Yesus ini merujuk pada “syema Israel” yang tercatat dalam Ulangan 6:4-5. Pengakuan iman ini amat penting bagi orang Yahudi, dan karena itu selalu diajarkan berulang-ulang serta diucapkan tiap kali ibadah dilakukan. Tidak berhenti di situ, Tuhan Yesus melanjutkan jawabannya: “Perintah yang kedua, yang sama dengan itu ialah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Tuhan Yesus dengan tegas mengikatkan dua hukum yang seringkali dimaknai secara terpisah bahkan berat sebelah. Banyak orang, termasuk para pemimpin agama, merasa lega ketika sudah bertindak saleh lewat kewajiban-kewajiban agama; dan karenanya tidak lagi peduli pada sikapnya terhadap orang lain. Tuhan Yesus, dengan sangat bijak, mengeratkan kasih kepada Tuhan dengan kasih kepada sesama. Seseorang tidak dapat mengaku mengasihi Tuhan, kalau ia tidak belajar mengasihi sesama dan juga dirinya sendiri.
Demikianlah dalam hidup berkeluarga, komitmen kita untuk bisa terus mengasihi satu sama lain, merupakan respons dan wujud kasih kita kepada Tuhan. Seorang bernama Gary Thomas berkata: “Cinta Tuhan dan cinta manusia bukanlah dua samudera yang terpisah, tetapi merupakan satu sumber air dengan banyak anak sungai.” Semakin kita mengasihi Tuhan, semakin kita berupaya untuk bisa mengasihi anggota keluarga kita dalam seluruh keberadaan diri mereka. Tentu, hal ini bukanlah sesuatu yang mudah. Seringkali jalannya begitu terjal dan berliku. Namun, karena kasih Tuhan adalah sesuatu yang tidak pernah berhenti mengalir dalam hidup kita, setiap kita pun selalu memiliki alasan untuk bisa terus belajar mengasihi sesama kita. Semoga Tuhan menolong kita untuk dapat menerjemahkan kasih-Nya di tengah keluarga kita masing-masing.
Oleh : Pdt. Bernadeth Florenza da Lopez
Got something to say?