KEHADIRAN KRISTEN DI INDONESIA
ini, kita sebagai bangsa memperingati 80 tahun kemerdekaan Indonesia. Delapan dekade perjalanan bangsa ini telah mengajarkan banyak hal: perjuangan, pengorbanan, persatuan, dan harapan. Namun, di tengah syukur itu kita juga diajak merenung: apa arti kehadiran kita sebagai gereja di tengah bangsa ini? Apakah kita hanya menikmati kemerdekaan sebagai penonton atau sungguh menjadi bagian dari perjuangan menjaga dan mengisi kemerdekaan itu?
Yesus dalam Lukas 12:49 berkata, “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi, dan betapakah Aku harapkan api itu telah menyala!” Kata-kata ini keras, tetapi bukan tanpa kasih. Api yang dimaksud Yesus adalah tanda pembaruan, kemurnian, dan keberanian untuk berdiri bagi kebenaran, sekalipun itu menimbulkan ketidaknyamanan. Kehadiran Yesus tidak pernah netral—Ia selalu menuntut pilihan: ikut menyala bersama api kasih dan kebenaran itu atau padam dalam kenyamanan yang aman.
Sayangnya banyak gereja – mungkin termasuk kita – lebih sibuk memelihara ‘api lilin‘ di dalam gedung sendiri ketimbang menyalakan ‘api obor‘ yang menerangi kampung, kota, dan bangsa. Kita mengatur program demi program yang memelihara kehidupan internal tapi ragu atau menunda keterlibatan aktif di tengah masalah sosial, ekonomi, dan keadilan bangsa. Akibatnya momentum hilang, suara gereja meredup, dan masyarakat lupa bahwa gereja pernah hadir untuk mereka.
Padahal panggilan gereja adalah untuk menjadi garam dan terang bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi bagi seluruh bangsa. Kehadiran Kristen di Indonesia tidak boleh hanya dilihat berapa banyak ibadah yang kita selenggarakan atau seberapa megah gedung kita, melainkan dari sejauh mana kita berperan aktif merawat kemerdekaan : memperjuangkan keadilan, membela yang lemah, menjaga kelestarian bumi, mendukung pendidikan, serta menjalin damai di tengah perbedaan.
Di ulang tahun kemerdekaan yang ke-80 ini, mari kita jujur bertanya: apakah gereja kita telah menjadi bagian dari solusi bagi persoalan bangsa, atau hanya sibuk memastikan kita aman di zona nyaman rohani? Apakah kita menyalakan api yang membakar semangat persaudaraan dan keadilan, atau kita justru membiarkannya padam karena takut berkonfrontasi?
Kemerdekaan adalah anugerah dan juga mandat. Sama seperti api Kristus yang tidak boleh dibiarkan padam, kemerdekaan yang kita terima pun harus dihidupi dengan keberanian dan kasih. Di kantor, di pasar, di lingkungan, atau di dunia digital – kehadiran kita sebagai pengikut Kristus harus membawa pengaruh nyata : integritas, kepedulian, dan kerendahan hati.
80 tahun sudah kita sebagai bangsa telah berdiri. Namun ini juga adalah momen refleksi, bukan hanya sekadar perayaan belaka. Mari kita tinggalkan mentalitas gereja yang sibuk memelihara diri sendiri. Mari keluar, hadir, dan terlibat. Sebab dunia tidak akan tahu api Kristus itu menyala jika kita terus menutupnya di balik dinding gereja.
Kiranya kita, sebagai tubuh Kristus, sungguh menjadi gereja yang membakar hati dengan api kasih dan kebenaran, sehingga Indonesia merasakan hangatnya kehadiran kita – bukan hanya di kata-kata, tetapi dalam tindakan nyata.
Merdeka!
Oleh : Pdt. Zeta Dahana
Got something to say?