KARUNIA ROH DALAM KESEHARIAN
Hidup kita sejatinya didominasi oleh sesuatu yang rutin dan biasa. Nafas yang kita hirup setiap hari dan degup jantung yang berdetak dalam tubuh kita setiap saat menjadi contoh yang paling sederhana untuk menggambarkan kenyataan tersebut. Lewat kerja tubuh yang rutin, biasa, dan sehari-hari itulah, kita sedang menyatakan bahwa kita hidup.
Sayangnya, segala yang rutin dan biasa dalam keseharian seringkali dipandang remeh maknanya bila dibandingkan dengan hal-hal yang besar dan spektakuler. Pikiran kita cenderung mengejar hal-hal yang luar biasa dan menghargainya lebih daripada hal yang rutin dan biasa. Begitu pula dalam memaknai kehadiran dan kuasa Allah. Acapkali yang dikejar dan disanjung oleh banyak orang adalah mukjizat, kesembuhan yang instan, atau pelayanan nan megah yang dihadiri oleh ribuan orang. Padahal, Allah senyata-nyatanya hadir pula dalam sesuatu yang menjadi realita keseharian kita. Saat seorang Ibu mengganti popok bayinya dengan penuh cinta, di sana Allah hadir. Saat seorang anak menyuapi orang tuanya yang sudah lanjut usia dengan penuh pengertian, di saat itu pulalah kuasa Allah yang besar tengah dinyatakan.
Pada hari Pentakosta, Roh Kudus berkarya melalui para Rasul. Di depan banyak orang kala itu, para Rasul dapat berbicara dalam bahasa-bahasa lain. Hal ini tentu membuat kita berpikir bahwa sesuatu yang spektakuler tengah terjadi! Namun, penjelasan berikut dapat juga kita perhatikan. Dalam masyarakat Yahudi Palestina masa itu, bahasa Ibrani merupakan bahasa tinggi. Setelah pembuangan, bahasa Ibrani tidak lagi dipakai dalam percakapan sehari-hari, melainkan dipakai dalam ibadah. Bagi umat Yahudi, bahasa ini merupakan bahasa kudus atau “leshon ha-kodesh”. Yang menarik, di hari Pentakosta, para Rasul yang mengalami kepenuhan Roh justru berbicara tentang Allah dalam bahasa Aram dan bahasa Yunani. Bahasa itu adalah bahasa sehari-hari orang-orang Yahudi perantauan kala itu; dan melalui para Rasul, bahasa sehari-hari pun dapat dipakai untuk berbicara tentang Allah dan segala perbuatan-Nya!
Apapun penafsiran yang kita gunakan, pada intinya peristiwa Pentakosta mengundang kita untuk menghayati kehadiran Roh Kudus yang nyata dalam kehidupan kita. Kehadiran-Nya melingkupi senantiasa, bahkan dalam keseharian kita yang rutin dan biasa. Melalui Roh Kudus, kita mengimani bahwa Allah berdiam dalam diri kita. Roh Kudus hadir supaya hidup kita yang terbatas menjadi mungkin untuk memancarkan kemuliaan Allah! Mari bersyukur serta mengalami kuasa-Nya setiap hari!
Oleh : Pdt. Bernadeth Florenza da Lopez
Got something to say?