HARI SABAT, CINTA, DAN KEPEDULIAN SOSIAL
Saat murid-murid Yesus memetik bulir gandum pada hari Sabat. Orang Farisi mengkritik dan mengecam tindakan para murid. Memang, saat itu ada peraturan bahwa saat hari Sabat, orang tidak boleh melakukan aktivitas apa pun. Atas dasar peraturan itu, orang Farisi mengecam tindakan para murid yang telah melanggar peraturan Sabat. Mereka tidak peduli bahwa para murid terpaksa melakukan aktivitas di hari Sabat karena mereka sedang kelaparan. Kepatuhan pada peraturan agama telah melenyapkan kasih dan empati pada sesama.
Saat Yesus menyembuhkan orang yang sakit lumpuh sebelah tangannya di rumah ibadat. Lagi-lagi, orang Farisi mengecam Yesus karena melakukan aktivitas penyembuhan itu pada hari Sabat. Betapa pun aktivitas yang dilakukan Yesus sangat positif dan sangat berguna bagi kemanusiaan. Orang Farisi tidak peduli. Bagi mereka, peraturan yang menyatakan orang tidak boleh bekerja atau melakukan aktivitas pada hari Sabat haruslah dipatuhi. Tidak boleh dilanggar apa pun alasannya. Mengapa Yesus lakukan penyembuhan di dalam rumah ibadat? Kemungkinan Yesus melakukan penyembuhan di rumah ibadat itu sebagai aksi ‘protes’ karena sering aktivitas rumah ibadat terlalu didominasi dengan ritualisme, tetapi minus pelayanan kasih dan keadilan bagi sesama.
Dua peristiwa di atas menunjukkan betapa orang Farisi menggunakan peraturan Sabat bukan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, tetapi untuk menghakimi dan mencari-cari kesalahan orang lain. Ini type beragama yang doyan menghakimi. Melihat kesalahan orang lain dengan kaca pembesar, sementara gajah di pelupuk mata sendiri tidak terlihat.
Respons Yesus
Berhadapan dengan orang Farisi yang taat buta pada peraturan tanpa mempertimbangkan segi kemanusiaan, Yesus memberikan respons telak. Yesus mengingatkan bahwa hari Sabat diadakan untuk manusia, bukan manusia untuk hari Sabat. Artinya, hari Sabat seharusnya menjadi waktu untuk memulihkan diri, dan memperbaharui hubungan dengan Tuhan dan sesama. Bukan menjadi beban atau alat untuk menghakimi. Sabat harus menjadi hari sukacita, bukan untuk penghakiman.
Tetapi harus disampaikan di sini bahwa Yesus tidak menentang atau menolak peraturan Sabat. Yesus sangat menghormatinya. Sesungguhnya yang ditentang Yesus adalah ketika peraturan Sabat itu diimplementasikan secara kaku sehingga bukannya memperkuat cinta kasih dan kemanusiaan, tetapi justru menjadi alat menghakimi terhadap mereka yang melanggarnya. Sabat bukan lagi menjadi hari yang mempersatukan, tetapi menjadi event yang memisahkan sesama. Bila hari Sabat dipraktekkan dalam cinta, orang-orang Farisi pasti akan bersedia mendengar dan memahami mengapa orang ‘terpaksa’ melanggarnya. Pintu maaf pasti terbuka lebih lebar karena Sabat adalah event untuk merayakan kasih dan kebaikan Tuhan.
Penutup
Lalu apa makna dari sikap Yesus ini? Bagi Yesus hari Sabat bukanlah sekadar serangkaian aturan yang harus diikuti dengan kaku, melainkan kesempatan untuk mengekspresikan kasih kita kepada Allah dan kepedulian sosial kita bagi siapa pun yang membutuhkan. Hari Sabat seharusnya untuk memperkuat hubungan kita dengan Tuhan, menyelami cinta kasih-Nya dan membagikan cinta-Nya itu kepada sesama. Dengan demikian, kita dapat menjalani hari Sabat sesuai dengan kehendak Tuhan, yaitu menjadi hari yang penuh kasih dan kepedulian.
Oleh : Pdt. Albertus M. Patty
Got something to say?