EMPATI DUNIA vs EMPATI YESUS
Krisis Kemanusiaan di Nigeria
Kamera dunia menyorot Gaza siang-malam, tetapi ribuan umat Kristen yang dibunuh di Nigeria, dunia seakan sepi. Lebih dari 52.000 umat Kristen dibunuh di Nigeria sejak tahun 2009. Dalam 220 hari pertama tahun 2025 saja, 7.087 orang tewas, rata-rata 32 korban setiap hari. Ribuan lainnya diculik, sekitar 18.000 gereja dan 2.200 sekolah Kristen dibakar, dan desa-desa Kristen dihapus dari peta. Data itu datang dari laporan lembaga bernama International Society for Civil Liberties and Rules of Law atau disingkat Intersociety.
Intersociety adalah organisasi nirlaba atau LSM berbasis di Nigeria yang fokus pada hak sipil, kebebasan beragama, dan supremasi hukum. Organisasi ini dipimpin oleh peneliti kriminal (criminologist) Eneka Umeagbalasi. Mereka mengumpulkan data dari media lokal/internasional, saksi mata, catatan hak asasi manusia, dan laporan pemerintah demi memetakan serangan terhadap umat Kristen di Nigeria. Intersociety didirikan pada tahun 2008 dan sudah aktif sekitar tahun 2010 dalam memantau intensitas kekerasan terhadap umat Kristen dan bentuk-bentuk intoleransi lainnya.
Tetapi media global seolah kehilangan suara. Ini bukan sekadar berita, tetapi soal sentimen kepercayaan. Ketika umat lain menderita, dunia teriak kemanusiaan. Tetapi ketika pengikut Kristus dipersekusi dan dianiaya, dunia hanya berkata, itu konflik lokal. Mengapa empati bisa begitu pilih kasih? Apakah nama Yesus terlalu berat untuk dibela? Yesus sudah berkata 2000 tahun lalu. “Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” (Matius 10 : 22)
Dunia tidak menolak kebaikan, tetapi dunia menolak nama. Nama Yesus itulah yang membuat hati dunia menegang. Saudaraku, jangan kaget kalau dunia diam melihat kita disakiti. Karena iman kita bukan untuk diterima di dunia, tetapi untuk mengalahkan dunia. Tetaplah berdoa bagi orang-orang Kristen di Nigeria dan di Gaza, dan bagi siapapun yang teraniaya dan tertindas.
Kesaksian Suzanne, Korban Kekerasan di Nigeria
Ketika berbagai kecaman bahkan kutukan meluncur untuk para pelaku kekerasan dan penganiayaan di Nigeria, muncul seorang perempuan bernama Suzanne yang memiliki sikap sebaliknya.
Suzanne adalah seorang perempuan paruh baya. Saat terjadi penyerangan dari kaum ekstremis, ia terkena tembakan di kepala dan nyaris mati. Secara ajaib, ia selamat. Namun karena tembakan itu, ia harus kehilangan penglihatannya.
Seorang reporter bertanya padanya, “Bagaimana Tuhan membatumu untuk melewati masa-masa sulit?” Suzanne mejawab, “Saat saya ditembak, saya sudah memaafkannya. Aku hanya bisa berdoa, Oh Tuhan, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.” Lalu reporter itu bertanya lagi, “Jika orang yang menembakmu itu berdiri di depanmu, apa yang akan Anda lakukan?” Suzanne menjawab, “Aku akan menyambutnya, memberinya tempat duduk, memberinya minum, memberinya makanan. Jika aku punya uang untuk transportasinya, aku akan memberikannya dan berkata, ini untukmu, semoga harimu berjalan baik.” Reporter itu merasa heran atas kebesaran hati Suzanne, dan bertanya lagi, “Mengapa Anda mau melakukan itu padahal anda hampir terbunuh?” Suzanne menjawab, “Karena itulah yang diajarkan Yesus Kristus kepadaku.”
Ajaran Yesus: Kasih yang Radikal
Kesaksian Suzanne mengingatkan kita akan perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati. Pada zaman Yesus, orang Yahudi memandang orang Samaria dengan kebencian dan meremehkan mereka sebagai penyembah berhala dan keturunan campuran yang tidak murni. Namun Yesus justru menampilkan orang Samaria sebagai tokoh yang baik hati. Secara langsung, Yesus menantang prasangka dan kebencian yang mendalam di antara mereka. Dia menunjukkan bahwa kasih dan belas kasih tidak terbatas pada satu kelompok etnis atau agama saja.
Yesus menggunakan perumpamaan ini untuk mengajarkan bahwa kasih kepada sesama tidak boleh dibatasi oleh identitas atau batasan sosial. Orang Samaria dalam kisah tersebut membantu orang Yahudi yang terluka, meskipun ada permusuhan historis di antara mereka. Dengan demikian, Yesus menekankan bahwa kasih sejati adalah tindakan yang melampaui segala batasan dan mengatasi kebencian.
Ajaran Yesus seringkali radikal dan menentang norma-norma sosial pada zamannya. Melalui perumpamaan orang Samaria yang baik hati, Yesus menegaskan bahwa mengikuti Tuhan berarti mengasihi tanpa syarat, bahkan terhadap mereka yang dianggap sebagai musuh. Ini adalah panggilan untuk hidup dengan standar kasih yang lebih tinggi.
Oleh : Pdt. Wee Willyanto
- S Prev
- s
Got something to say?