ALLAH TRITUNGGAL DAN KRISIS EKOLOGI
Beberapa hari belakangan ini sedang ramai kasus eksploitasi tambang di daerah wisata Raja Ampat, Papua. Harus diakui bahwa Raja Ampat memiliki pemandangan alam yang sangat indah. Raja Ampat adalah sepotong sorga di bumi. Air lautnya biru dan jernih, serta sangat kaya dengan berbagai jenis flora dan fauna. Raja Ampat bukan sekedar destinasi wisata yang dikenal oleh bangsa bangsa lain, tetapi juga merupakan tempat para nelayan tradisional menggantungkan hidup mereka.
Bisa dipahami bila segala lapisan masyarakat bereaksi sangat keras saat Raja Ampat dijarah. Orang semakin sadar pada tanggungjawabnya untuk menjaga keindahan alam sekaligus mencegah agar krisis ekologis dunia tidak semakin parah oleh ketamakan manusia.
Allah Trinitas Sebagai Model
Dalam konteks iman Kristen, Allah Tritunggal – Bapa, Anak, dan Roh Kudus – mengajarkan satu kesatuan harmonis yang menjadi model bagi hubungan manusia dengan ciptaan-Nya, termasuk relasi manusia dengan alam raya ini. Relasi kasih antara Bapa, Anak dan Roh Kudus yang merupakan satu kesatuan tetapi tetap mempertahankan perbedaan dalam kesetaraan adalah model bagi relasi kita dengan bumi ini. Artinya kita harus menjaga relasi yang saling menopang antara kita dengan alam raya ini. Menghancurkan alam berarti menghancurkan diri kita sendiri.
Bapa sebagai Pencipta menegaskan bahwa alam bukan objek komoditas semata, melainkan anugerah yang memancarkan kemuliaan-Nya (Mazmur 19:1). Pertumbuhan ekonomi tanpa batas, menebang hutan, dan mencemari air demi keuntungan menghancurkan tatanan moral dan ekosistem yang saling tergantung. Bapa memanggil kita untuk ‘mengusahakan dan memelihara‘ taman dunia (Kejadian 2:15), bukan menjarahnya.
Yesus Kristus sebagai Inkarnasi Firman menunjukkan kebenaran melalui tindakan belas kasih. Dalam pelayanan-Nya, Ia memperhatikan orang terpencil dan lingkungan sekitar – memberkati ikan dan roti untuk kebutuhan umat, serta menggunakan gambaran alam dalam perumpamaan (Matius 13). Kristus mengingatkan kita bahwa hubungan dengan Allah dan sesama mencakup kepedulian terhadap rumah bersama kita, bumi.
Roh Kudus hadir untuk membarui hati dan pikiran, memimpin kita ‘ke seluruh kebenaran‘ (Yohanes 16:13). Karya Roh tidak hanya membebaskan dari dosa pribadi, tetapi juga menyadarkan dosa kolektif manusia terhadap ciptaan. Ia menanamkan kerinduan untuk hidup selaras dengan hukum alam dan kebenaran moral, memampukan untuk menolak praktik perusakan lingkungan.
Jadi, kebenaran Tritunggal bukan ajaran teologis terpisah dari tanggung jawab ekologis. Sebaliknya, relasi Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah blueprint bagi kerjasama, saling menopang, dan pemulihan – prinsip yang luhur bagi umat manusia dalam menghadapi krisis ekologis. Menolak kebenaran ilahi yang mencerminkan relasi cinta yang menjaga kesatuan dalam keragaman berarti memperparah kerusakan. Sebaliknya, menghidupi kebenaran-Nya berarti mengupayakan rehabilitasi, ekologis, mengupayakan keadilan bagi bumi, dan demi keberlanjutan alam raya dan seluruh makhluk hidup ciptaan Tuhan.
Penutup
Sebagai gereja, kita harus ikut merawat bumi dengan melakukan penghijauan kembali hutanhutan kita. Kita juga harus terlibat aktif dalam dialog publik dan advokasi kebijakan lingkungan yang adil, mewakili suara moral dalam legislasi dan perlindungan keragaman hayati. Kita harus memelihara bumi dan keberlanjutannya karena bila kita tidak lakukan sekarang, generasi mendatang akan menghadapi bencana besar akibat ketamakan kita sekarang.
Oleh : Pdt. Albertus M. Patty
- S Prev
- s
Got something to say?