KELUARGA YANG MEMPERJUANGKAN KESATUAN
Ada satu tradisi yang dilakukan oleh sebuah suku di Papua bernama Suku Dani. Tradisi yang dilakukan oleh Suku Dani itu disebut sebagai “Iki Palek”. Dalam tradisi Iki Palek, apabila ada salah satu anggota keluarga yang meninggal, maka anggota keluarga yang lain akan mengekspresikan rasa duka mereka dengan memotong ruas jari. Bagi suku Dani, jari diartikan sebagai simbol harmoni, persatuan, dan kekuatan. Jari-jari manusia berbeda bentuk dan panjangnya, tetapi semua memiliki fungsi. Apabila salah satu jari hilang, harmoni pun berkurang. Demikianlah, bagi suku Dani, apabila ada anggota keluarga yang meninggal, kesatuan dan kekuatan seakan melemah. Orang yang ditinggalkan akan merasa sakit dan kehilangan, seperti kehilangan anggota tubuhnya sendiri.
Sejak semula, Allah telah menetapkan kita untuk hidup dalam hubungan dan relasi dengan pihak lain. “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja”, demikian kata Allah dalam Kitab Kejadian pasal 2. Dalam kelanjutan kisahnya, Allah lalu menghadirkan sosok perempuan bagi laki-laki. Keduanya berbeda, tetapi Allah menyatukan mereka. Demikianlah esensi kesatuan bukan melulu adanya persamaan, melainkan hadirnya ketersalingan di tengah perbedaan. Melalui kesatuan itu, Allah memanggil manusia untuk saling melengkapi dan saling mengisi. Kesatuan menjadi rancangan Allah yang sakral dan manusia perlu berjuang untuk terus mewujudkannya.
Perjuangan untuk mewujudkan kesatuan dimulai dalam lingkup kehidupan yang paling kecil yaitu keluarga. Sekalipun secara fisik para anggota keluarga tinggal dalam satu rumah, belum tentu mereka memiliki kesatuan. Marak terjadi, para anggota keluarga tinggal di bawah satu atap, tetapi masing-masing sibuk dengan urusannya dan tidak lagi saling peduli. Kesatuan yang demikian adalah semu, sebab kesatuan yang sejati bukan hanya tentang fisik, melainkan kesatuan hati, jiwa, dan tujuan. Kesatuan yang sejati sedang diperjuangkan ketika pasangan suami-istri tetap berkomitmen untuk saling mengasihi sekalipun di tengah rasa marah dan kecewa. Kesatuan yang sejati juga sedang diperjuangkan ketika orang tua merangkul anak-anaknya bukan hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang perlu didengar dan dihormati keberadaannya. Anak yang berupaya memahami orang tuanya dan tetap menghargai mereka di tengah berbagai kekurangan, adalah anak yang juga sedang memperjuangkan kesatuan keluarga. Pada intinya, kesatuan dalam keluarga mustahil terwujud tanpa kesadaran dan komitmen dari masing-masing anggota untuk mengikis ego dan belajar saling melayani di tengah berbagai situasi.
Sesungguhnya, dengan berjuang mewujudkan kesatuan, kita sedang meneladani Allah sendiri yang menyatakan kesatuan-Nya dalam relasi Sang Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Allah Trinitas adalah Allah Persekutuan yang saling mengasihi, dan kepada Kasih itu kita semua diundang untuk mengalahi rahmat Ilahi. Maka, di tengah perjuangan untuk mewujudkan kesatuan, ingatlah bahwa Allah juga yang akan menolong dan memampukan kita. Tetaplah berjuang dan percayalah bahwa kita dan keluarga senantiasa berada dalam rancangan-Nya yang terbaik.
Oleh : Pdt. Bernadeth Florenza da Lopez
Got something to say?