BELAJAR DARI YEREMIA

SIAPAKAH YEREMIA?
Yeremia adalah salah satu nabi perjanjian lama yang berkarya sebelum bangsa Israel (Kerajaan Yehuda) ditaklukkan dan penduduknya dibuang ke Babel. Ia lahir di Anatot (yang tercatat sebagai tempat tinggal suku Lewi), dan hidup sekitar tahun 645 SM, tidak lama setelah pemerintahan raja Manasye berakhir.

Ia adalah anak imam Hilkia dari Anatot. Meskipun tidak ada bukti yang secara langsung mendukungnya, Yeremia diduga adalah keturunan Abyatar, imam Raja Daud, yang dipecat oleh Raja Salomo dari jabatan imamnya di Yerusalem dan diasingkan ke tanah miliknya di kota Anatot (bnd. 1 Raja-raja 2:26-27).

PERGUMULAN YEREMIA MENERIMA PANGGILAN TUHAN
Melalui Yeremia 1:4-5, kita mendapatkan informasi, bahwa Tuhan telah mempersiapkannya menjadi seorang nabi sejak dari dalam kandungan ibunya, dan panggilan itu diterimanya secara langsung saat ia masih sangat muda. Apalagi tugas panggilannya adalah menyatakan hukuman Allah kepada bangsanya sendiri (Yeremia 1:16). Apakah ia segera mengatakan ‘ya’? Ini jawaban Yeremia, “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” (Yeremia 1:6)

Adakah seorang pemula yang dapat dikata ready for use untuk melakukan suatu tugas tertentu yang berat seperti tugas panggilan kepada Yeremia? Kebanyakan orang di gereja berfikir, bahwa orang yang telah lulus sekolah teologia dan bergelar sarjana teologia dianggap sudah mumpuni (ready for use) untuk berkhotbah, menjadi konselor, menguasai manajerial gereja, mampu memimpin dengan baik, dsb. Padahal tidaklah demikian.

Berangkat dari Yeremia, tugas panggilan menjadi seorang nabi atau hamba Tuhan atau pendeta, tidak ada yang ready for use. Setiap orang harus berproses, sekalipun dalam konteks Yeremia, yang tinggal di lingkungan para imam, tahu kehidupan dan pekerjaan para imam, apalagi ia lahir dari keturunan para imam, yang saya anggap sebagai ‘sekolah’ imam. Itu tidak secara otomatis membuatnya mampu mengerjakan tugas panggilan dari Tuhan.

Yeremia menolak secara halus panggilan Tuhan itu karena :

  1. Tugas itu sangat sulit dan dilematis. Mana mungkin ia memberitakan penghukuman atas negerinya sendiri? Bukankah tugasnya ini sangat berisiko untuk keselamatan jiwanya?
  2. Dia merasa masih muda, tidak berpengalaman, sekalipun lahir dari garis keturunan para imam.
  3. Dia menyadari keterbatasan dirinya, yang membuatnya tidak percaya diri. Bagaimana mungkin orang yang tak pandai bicara, tak pandai berdiplomasi, tapi tugasnya menyampaikan berita kenabian.

Terutama hal yang ketiga tentang menyadari keterbatasan seringkali dijadikan alasan (excuse) seseorang untuk lari dari tugas atau menolak pelayanan: merasa diri tidak mampu, merasa diri tidak layak, dsb. Tetapi panggilan tetaplah panggilan. Dalam hidup ini, banyak hal yang harus kita kerjakan, bukankah itu juga merupakan panggilan yang harus kita jalani? Jika itu tidak dilakukan, mana mungkin seseorang bisa bertumbuh dengan baik. Jadi, panggilan itu selain anugerah, juga merupakan tantangan, yang bisa menolong kita untuk belajar untuk bertumbuh dan berkembang.

Yeremia menerima panggilan itu. Apakah karena ia merasa mampu? Tidak! Dasar ia menerima panggilan itu karena janji Tuhan, bahwa Yeremia akan selalu disertai dan diberi kemampuan (Lihat Yeremia 1:7-9). Bahkan Tuhan menambahkan, “Mereka akan memerangi engkau, tetapi tidak akan mengalahkan engkau, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.” (Yeremia 1:19)

YEREMIA, NABI YANG SETIA
Fokus kepada janji Tuhan itulah yang membuat Yeremia belajar apa arti integritas, bagaimana komitmen harus terus ditekuni, dan mengembangkan talenta dan kompetensi diri, dst. Kesungguhan berkata ya dan terus bergerak adalah kunci kita memenuhi panggilan mulia dari Tuhan.

Tak dipungkiri, Yeremia pun sering berkeluh kesah. Ia merasa seakan-akan dibujuk untuk menerima tugas itu, tetapi dibiarkan seorang diri. Anehnya, setiap kali ia enggan menyampaikan pesan Tuhan, justru ada kekuatan seperti api dalam dirinya untuk tetap berfirman. Dan ia pun tidak bisa memungkiri penyertaan Tuhan. Karenanya, ia tetap setia melayani dalam keadaan apapun.

 

Oleh : Pdt. Wee Willyanto


No Replies to "BELAJAR DARI YEREMIA"


    Got something to say?

    Some html is OK