TERJEMAHAN BARU ALKITAB: MENGAPA DIPERLUKAN?
Lembaga Alkitab Indonesia baru saja meluncurkan terjemahan baru edisi 2 (TB-2). Dengan adanya TB-2 ini umat akan semakin paham dengan makna aslinya. Diharapkan banyak orang semakin beriman kepada Tuhan yang bersabda melalui Kitab Suci. Meski demikian, ada juga yang terganggu dan mengajukan beberapa pertanyaan. Misalnya ini. Mengapa Kitab Suci butuh terjemahan baru? Apakah terjemahan yang lama salah atau kurang tepat? Mengapa Kitab Suci perlu direvisi? Apakah itu mengurangi sakralitasnya? Tulisan ini akan menjawab secara singkat pertanyaan-pertanyaan ini.
Kita tahu bahwa semua bahasa di dunia ini mengalami perubahan dan perkembangan. Bahasa Indonesia pada tahun 1945 mengalami perkembangan sehingga agak berbeda dengan bahasa Indonesia tahun 1960-an. Bahasa Indonesia Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang kita gunakan sekarang berbeda dengan bahasa Indonesia sebelum EYD. Ini juga yang terjadi dengan bahasa dalam Kitab Suci. Kitab Suci atau Alkitab ditulis pertama kali dalam bahasa Ibrani kuno, Aram kuno dan Yunani kuno. Bahasa-bahasa ini digunakan dalam percakapan dan dipahami hanya oleh orang-orang pada masa kuno itu. Bahasa-bahasa itu nyaris sudah ‘punah’. Sudah tidak digunakan lagi. Butuh ahli bahasa-bahasa kuno untuk memahami isinya dan menerjemahkannya ke berbagai bahasa di dunia.
Upaya penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa ‘Indonesia’ atau lebih tepat ke dalam bahasa Melayu sudah dimulai sejak abad ke-17. Upaya itu bersamaan dengan kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Indonesia untuk memberitakan Injil. Tentu saja, bahasa ‘Indonesia’ pada masa itu sangat jauh berbeda dengan bahasa Indonesia yang kita gunakan sekarang. Oleh karena itu, Alkitab butuh diterjemahkan ulang agar kita yang hidup pada jaman sekarang bisa memahami pesan dan sabda Tuhan dalam konteks kita kini. Bahasa yang sekarang kita gunakan pun mengalami perkembangan dan perubahan. Generasi dalam kurun waktu 20 tahun atau 30 tahun mendatang mungkin tidak lagi mengerti bahasa yang kini kita gunakan. Oleh karena itu, mereka butuh terjemahan baru Alkitab. Bila Alkitab tidak diterjemahkan ulang, generasi mendatang tidak akan mengerti isi dan pesan Alkitab. Memang, fungsi terjemahan baru adalah untuk menjembatani gap sejarah dan budaya antara masyarakat kuno denganmasyarakat modern. Kita yang sekarang merasa modern dalam 10 atau 20 tahun lagi akan jadi manusia ‘kuno’. Bahasa kita pun akan menjadi ‘kuno’. Itulah hidup yang selalu berkembang dan berubah!
Jasa Martin Luther
Saat Martin Luther masih berkarya, Alkitab hanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Gereja tidak membolehkan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa lain. Seolah di Surga sana hanya ada bahasa Latin. Efeknya yang tahu Alkitab hanyalah para rohaniawan. Umat yang beribadah hanya mendengar tanpa memahaminya. Rohaniawan menjadi dominan. Umat sangat tergantung pada mereka. Martin Luther tidak setuju dengan ajaran gereja. Baginya, pesan Alkitab harus dipahami sendiri oleh umat Kristen. Umat harus membaca sendiri Alkitabnya. Luther percaya bahwa Allah menyapa umat melalui bahasa dan budaya mereka. Luther pun nekat melawan sikap gereja dengan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman. Kenekatan Luther membangkitkan kemarahan gereja. Dia dikejar hendak dibunuh. Beruntung Luther bisa selamat. Upaya penerjemahan Luther semakin lancar karena saat yang sama ditemukan mesin cetak Wittenberg. Alkitab bisa dicetak lebih cepat. Tanpa gerakan dan keberanian Luther kemungkinan kita masih harus membaca Alkitab dalam bahasa Latin. Efek Reformasi Luther, semua orang bisa membaca Alkitab dalam bahasanya sendiri. Orang bisa mengerti lebih dalamisi, pesan dan pengajaran Tuhan dalam Kitab Suci.
Tentu saja proses penerjemahan Alkitab ke dalam berbagai bahasa ini bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Adanya perbedaan budaya membuat penerjemah harus berupaya keras mencari padanan kata yang tepat sehingga pesan Alkitab bisa dipahami. Contohnya ini. Di Alkitab Yesus katakan “Akulah Roti Hidup.” Tentu saja banyak kultur dan kebudayaan daerah-daerah di Indonesia tidak mengerti arti ‘roti’. Penerjemah harus mencari padanan kata yang pas yang bisa dipahami oleh masyarakat di daerah tersebut. Jadi pekerjaan penerjemah Alkitab itu sangat sulit. Pada satu sisi mereka harus menguasai bahasa-bahasa asli Alkitab yang sudah kuno dengan segala kebudayaannya. Pada saat yang sama mereka juga harus menguasai bahasa-bahasa daerah atau bahasa negara serta kebudayaan yang menjadi sasaran penerjemahan.
Kita bersyukur ada orang yang terpanggil untuk melakukan pekerjaan penerjemahan Alkitab yang berat ini. Jerih payah para penerjemah membuat Alkitab makin tersebar ke segala penjuru dan lebih banyak orang mendapatkan pesan dan berkat-Nya.
Oleh : Pdt. Albertus M. Patty
Got something to say?