KISAH DUA PENGUSAHA!
Ada yang menggambarkan kebahagiaan seperti ini. Kebahagiaan, katanya, ibarat balon yang melayang di udara. Saat angin ke utara, balon ke utara. Saat angin ke selatan, balon ke selatan. Saat angin mengajak menukik, balon pun terseret. Dalam gambaran seperti ini kebahagiaan itu tergantung pada sesuatu di luar diri seseorang. Bisa materi, pangkat, jabatan, popularitas, dan sebagainya.
Gambaran kebahagiaan seperti itu salah besar! Mengapa? Karena demi kebahagiaan, orang mengejar pangkat, materi, popularitas dan jabatan. Kalau gagal memperolehnya, orang akan frustrasi berat. Seolah dunia sudah kiamat! Sebaliknya, bila berhasil memperoleh semua itu, ia akan dipuja dan dikelilingi banyak orang. Tetapi, jangan salah. Para pemujanya mendekat bukan karena menerima dirinya apa adanya, tetapi karena apa yang dimilikinya. Sepanjang ia masih hebat dan populer, ia didekati. Begitu, semua yang dimilikinya musnah, para pemujanya akan lenyap seperti uap. Ini adalah kebahagiaan semu.
Memang, sepanjang kebahagiaan itu bergantung pada faktor luar di luar diri kita, kita tidak akan meraih kebahagiaan yang sejati. Salah satu alasannya, karena kita tidak mampu mengontrol situasi di luar diri kita. Lebih dari itu, materi, pangkat, jabatan dan popularitas justru memperbudak kita. “Kita menjadi budak yang terpenjara dalam nafsu, kepentingan, dan egoisme diri,” kata Heschel. Kita bukan manusia merdeka. Tanpa kemerdekaan kehendak, tidak ada kebahagiaan! Ini bukan berarti kita tidak butuh kekayaan, pangkat, jabatan atau materi. Kita
perlu itu semua! Kita butuh! Yang ingin dikatakan adalah jangan menyandarkan kebahagiaan kita pada faktor-faktor luar tadi. Bahaya!
Saya ingat kisah dua pengusaha. Keduanya kenalan dekat saya. Celakanya, keduanya bangkrut. Pengusaha yang pertama merasa kebangkrutannya adalah kiamat bagi dirinya. Ia tidak punya apa-apa lagi. Lalu, frustrasi berat. Tragisnya, ia nekad bunuh diri. Pengusaha kedua responnya beda. Memang, ia sempat stress! Tetapi, jauh dalam lubuk hatinya ia tanamkan sebuah prinsip penting. Kehilangan harta benda dan kekayaan bukanlah akhir dari segalanya. Ia tetap tenang karena Tuhan memberinya kreatifitas. Ia tetap bersyukur! Tetap bahagia! Saya tanya, mengapa anda bisa tetap tenang dan bahagia pada kondisi seperti ini. Jawabnya, “Tuhan bisa ambil yang kita miliki, tetapi Tuhan bisa berikan lagi.” Benar juga! Lalu ia tuturkan bahwa kebangkrutan adalah resiko bisnis. Hidup adalah pertarungan. Yang penting, jangan pernah menyerah! Memang, ia pun bangkit. Ia memenangkan pertarungan. Bisnisnya pulih, malah lebih hebat lagi. Ia telah memberi teladan agar seseorang tidak tergantung pada sesuatu di luar dirinya, tetapi pada kekuatan di dalam diri sendiri. Ini sumber utama kebangkitan sekaligus kebahagiaan!
Memang, kebahagiaan itu bergayut dalam batin (state of mind). Penyebab kebahagiaan atau ketidakbahagiaan tidak mungkin dicari di luar hati. Di luar pikiran! Dalam lingkungan yang nyaman pun, bila hati dan pikiran sedang „korslet,‟ kita tidak bahagia. Sebaliknya, bila hati bahagia, situasi buruk akan direspon dalam pengharapan. Kuncinya: ada dalam batin! Saat dihadang persoalan, kita bebas memilih: merangkulnya dalam kebahagiaan atau menunduk dalam keputusasaan! Sekali lagi: kebahagiaan adalah respon batin! Seorang yang percaya pada kemahakuasaan Tuhan dan, terutama, pada cinta Tuhan, tidak akan tenggelam dalam keputusasaan. Ombak besar adalah ancaman bagi para penakut, tetapi ombak adalah permainan menyenangkan bagi para peselancar kehidupan!
Oleh : Pdt. Albertus Patty
Got something to say?