KASIH KRISTUS: ENERGI YANG MENGGERAKKAN

Dalam hidup sehari-hari, kita mungkin sering mendengar kata “kasih” dipahami sebagai perasaan yang lembut, romantis, atau sekadar kehangatan di hati. Namun, Rasul Paulus dalam 2 Korintus 5:14-15 menyingkapkan sesuatu yang lebih mendalam: Kasih Kristus bukan sekadar perasaan, melainkan sebuah Kuasa yang menggerakkan. Paulus menulis, “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami… Ia telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.”

Di sini kita menemukan sebuah paradoks rohani. Kasih biasanya dipahami sebagai sesuatu yang pasif, namun Paulus justru melihat kasih sebagai energi yang aktif, sebuah daya dorong yang mengubah orientasi hidup manusia. Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving mengatakan bahwa “kasih adalah sebuah kekuatan aktif dalam diri manusia. Sebuah hal yang memampukan manusia untuk meruntuhkan tembok yang membatasi manusia dengan manusia lainnya, dan kemudian menyatukan mereka.” Inilah kasih yang bukan hanya menyentuh hati, melainkan kasih yang menjadi energi ilahi, yang mendorong kita untuk tidak lagi hidup bagi diri sendiri tetapi juga bagi sesama manusia.

Banyak dari antara umat Tuhan yang bergelut setiap harinya dengan target, deadline, dan tekanan. Jika hidup hanya digerakkan untuk bisa memenuhi hal-hal tersebut, maka bukanlah sesuatu yang mengherankan jika muncul kelelahan dan kehampaan semata. Namun, ketika kasih Kristus masuk sebagai energi yang menggerakkan, seluruh rutinitas itu mendapat makna baru. Bekerja bukan lagi sekadar untuk “aku”, melainkan untuk menjadi saluran berkat bagi keluarga, rekan kerja, dan masyarakat.

Kita belajar tentang kasih Kristus yang mematahkan lingkaran egoisme. Paulus sendiri adalah contoh yang nyata: dari seorang yang mengejar kepentingan diri dan fanatisme, ia berubah menjadi rasul yang hidup untuk Kristus dan sesama. Kasih itu mendorongnya menanggung derita, menghadapi bahaya, bahkan mengorbankan kenyamanan demi Injil. Inilah yang dimaksud oleh Paulus: hidup bukan lagi bagi diri sendiri, melainkan bagi Kristus yang sudah menyerahkan hidup-Nya.

Dalam kehidupan yang sering membuat kita sibuk mengejar kepentingan pribadi, kita dipanggil untuk berhenti sejenak dan bertanya: energi apa yang sesungguhnya menggerakkan saya? Apakah hanya ambisi pribadi, kenyamanan diri, ataukah kasih Kristus? Di saat yang bersamaan, kita juga belajar bahwa esensi kasih bukan tentang konsep atau perasaan sesaat saja, melainkan dalam tindakan: mengampuni ketika hati ingin membalas, menolong meski tidak ada keuntungan, berbagi meski terasa berat.

Oleh karena itu, mari kita izinkan kasih Kristus itu benar-benar menguasai hati dan pikiran kita. Jangan berhenti pada kata-kata indah tentang kasih, tetapi biarlah kasih itu menjadi energi yang mendorong langkah kita setiap hari baik dalam pekerjaan, pelayanan, keluarga, bahkan dalam interaksi sederhana dengan orang asing di sekitar kita.

Marilah kita mengingat, bahwa kasih Kristus bukan sekadar teori iman, melainkan daya hidup yang mengubah. Dan ketika kasih itu menjadi energi yang menggerakkan, kita akan menemukan bahwa hidup kita bukan lagi tentang “aku”, melainkan tentang “Dia”— yang menginginkan agar setiap manusia dapat merasakan kasih-Nya senantiasa lewat setiap kata dan perbuatan kita. Amin.

 

Oleh : Pdt. Zeta Dahana


No Replies to "KASIH KRISTUS: ENERGI YANG MENGGERAKKAN"


    Got something to say?

    Some html is OK