SERAHKAN, JALANI, LAYANI
Di tengah tekanan hidup kota yang semakin kompetitif dan di saat orang mendewakan keuntungan ekonomi, banyak orang menjadikan kerja dan rencana sebagai poros hidup. Tuhan hanya dipanggil saat keadaan buntu. Hanya cadangan saat darurat! Padahal Amsal 16:3 menasihati: “Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu.”
“Serahkan” dalam bahasa aslinya : Gol. Kalimat lengkapnya Gol al-YHWH ma’asekha. Secara harfiah: “Gulingkanlah kepada TUHAN perbuatanmu…” Gulingkan adalah kata kerja aktif. Jadi, bukan pasrah dan menyerah, tetapi tindakan sadar untuk menggulingkan ego dan kontrol diri kepada kehendak dan kontrol Allah. Ini bukan soal menjadi pasif, melainkan meletakkan segala
rencana kita di bawah kehendak Tuhan. Artinya, spiritualitas yaitu relasi dengan Tuhan sangat dibutuhkan dalam aktifitas apa pun, termasuk dunia kerja dan pelayanan kita.
Kerja Sebagai Ibadah
Di dunia bisnis, kita mengenal beberapa tokoh yang mengawali rapat dengan doa bersama. Bagi mereka pekerjaan adalah ibadah kepada Tuhan. Mereka sadar untuk mengawali, menjalani dan mengakhiri kerja dan karya dengan Tuhan. Seorang pengusaha berkata, “Kami tidak bisa hanya mengandalkan strategi; kami butuh arah dari Tuhan, terutama saat keputusan menyangkut
banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada perusahan kami.”
Satya Nadella, CEO Microsoft, pernah menyatakan bahwa iman sebagai penyerahan kepada Tuhan membantunya memimpin dengan empati, bukan dominasi. Ia sadar bahwa tidak semua bisa dia kendalikan, tapi bisa dijalani dengan berserah dan bertanggung jawab.
Berserah bukan berarti berhenti. Setelah menyerahkan, lalu ongkang kaki. Sebaliknya, kita harus bersemangat menjalaninya dengan integritas, kejujuran dan kerendahan hati. Bukan untuk kepentingan diri, tapi untuk menjadi terang dan garam di dunia kerja kita—baik sebagai guru, ASN, rohaniawan, wirausaha, atau ibu rumah tangga, dan terutama agar Tuhan tetap dimuliakan.
Dalam iklim sosial-politik yang tak menentu, menyerahkan hidup kepada Tuhan bukan bentuk kelemahan. Justru di situlah letak kekuatan kita: kita tahu siapa yang memegang kendali. Maka mari, bukan hanya sibuk membangun, tapi juga berserah dan melayani. Karena hidup yang diserahkan, akan menjadi hidup yang berdampak dan membahagiakan kita semua.
Oleh : Pdt. Albertus M. Patty
Got something to say?